
Ken Robinson berpendapat bahwa sistem pendidikan saat ini menderita "ilusi akademik," yang secara keliru menyamakan kecerdasan dengan kemampuan akademik yang sempit, seperti pengetahuan proposisional dan penalaran logis-deduktif.Bias ini berakar pada penekanan Pencerahan pada akal dan bukti ilmiah, serta kebutuhan ekonomi era industri untuk tenaga kerja manual. Akibatnya, mata pelajaran seperti seni dan humaniora sering terpinggirkan sebagai "tidak berguna," sementara mata pelajaran "akademik" diprioritaskan. Hal ini menyebabkan "pemborosan bakat dan sumber daya manusia yang tak terhitung jumlahnya," di mana banyak individu cerdas merasa tidak mampu jika kekuatan mereka berada di luar parameter sempit ini, dan lulusan seringkali kurang memiliki "keterampilan lunak" penting yang dibutuhkan oleh dunia usaha.
Robinson mengusulkan pemahaman kecerdasan yang lebih holistik dan dinamis, melampaui metrik IQ tradisional. Ia mengacu pada teori kecerdasan majemuk Howard Gardner, yang mencakup kecerdasan linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetik-tubuh, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Selain itu, ia menyoroti kecerdasan emosional Daniel Goleman, yang menekankan kesadaran diri, pengelolaan emosi, motivasi diri, empati, dan penanganan hubungan sebagai prediktor keberhasilan hidup yang penting. Kreativitas, yang didefinisikan sebagai "proses imajinatif dengan hasil yang orisinal dan bernilai," bukanlah kualitas bawaan yang terbatas pada segelintir orang, melainkan kapasitas multidimensi yang dapat diajarkan dan dikembangkan di bidang apa pun yang melibatkan kecerdasan manusia.
Untuk mengatasi ilusi akademik dan kesenjangan keterampilan yang semakin melebar di abad ke-21, Robinson menganjurkan reformasi pendidikan yang radikal. Ini termasuk menyeimbangkan kembali kurikulum untuk memberikan status yang sama pada seni, humaniora, dan pendidikan jasmani di samping sains dan matematika, mengakui bahwa setiap disiplin ilmu mengembangkan mode kecerdasan yang berbeda. Selain itu, ia menekankan pentingnya menumbuhkan budaya organisasi yang kreatif yang mendorong kolaborasi interdisipliner, eksperimen, pengambilan risiko, dan pengakuan beragam kekuatan kreatif individu. Dengan demikian, masyarakat dapat membuka potensi manusia sepenuhnya dan mempersiapkan individu untuk masa depan yang tidak dapat diprediksi.
No comments yet. Be the first to say something!