
Dalam teori organisasi, akuntabilitas terbagi dua: vertikal dan horizontal. Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban kepada otoritas yang lebih tinggi, seperti manajer kepada direktur atau pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Ini berfokus pada hierarki, kepatuhan, dan pelaporan formal sesuai garis komando. Sementara itu, akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada entitas atau pihak eksternal di luar struktur hierarki langsung, seperti masyarakat, lembaga pengawas independen, atau sesama organisasi. Ini menekankan transparansi, partisipasi publik, dan legitimasi dari beragam pemangku kepentingan.
Kedua jenis akuntabilitas ini sangat penting untuk tata kelola yang baik dan efektivitas organisasi. Akuntabilitas vertikal memastikan efisiensi internal dan pencapaian target, mendorong disiplin, dan mencegah penyalahgunaan wewenang dalam struktur formal. Di sisi lain, akuntabilitas horizontal membangun kepercayaan publik, mendorong responsivitas terhadap kebutuhan eksternal, dan meningkatkan legitimasi organisasi di mata masyarakat. Keduanya tidak berdiri sendiri, justru saling melengkapi, bahkan terkadang menimbulkan ketegangan.
Mengukur akuntabilitas juga punya caranya. Akuntabilitas vertikal, terutama di sektor publik, sering diukur melalui sistem seperti Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang menilai perencanaan, pengukuran, dan pelaporan kinerja berdasar target. Untuk akuntabilitas horizontal, pengukurannya lebih beragam. Ini bisa melibatkan survei kepuasan masyarakat, tingkat partisipasi publik, audit sosial, laporan keberlanjutan (sustainability report), hingga penilaian transparansi data dan informasi yang diakses publik. Tantangannya meliputi isu sumber daya, resistensi budaya organisasi, hingga kompleksitas data di era informasi.
No comments yet. Be the first to say something!